Ramadhan merupakan hitungan 1 bulan penuh yang dinantikan. Beragam tradisi menyambut hangatnya bulan penuh berkah. Pun dengan suasana khas yang dimiliki si bulan ini. Banyak kegiatan yang dilakukan selepas subuh yang dirindukan. Begitu pun dengan aktivitas di waktu petang sembari menunggu bedug tiba. Ya, orang orang berjubel untuk ngabuburit, selain untuk mencari jajanan atau pun wisata murah meriah dengan berjalan jalan bersama kawan juga waktu petang bagi sebagian orang adalah kesempatan untuk meraup banyak untung.
Kini berbeda.
Situasi menuntut kegiatan ramai yang dirindukan itu hilang sementara. Ada hal menarik yang terjadi setiap ramadhan tiba. Biasanya setiap petang, di depan toko, ada seorang bapak-bapak yang setia menjual minuman segar yang pas untuk pertama disantap saat buka.
Si bapak tersebut bagi saya adalah hitungan seberapa banyak ramadhan yang telah saya lewati seumur hidup saya. Bisa dihitung ramadhan lalu mungkin sudah genap lebih dari 1 dekade ia setia berjualan di sana.
Tapi, tahun ini sekali lagi berbeda.
Nampak si bapak penanda datangnya ramadhan ini tidak terlihat lagi. Tak ada yang tahu kemana si bapak ini. Bisa jadi karena kondisi yang sangat tidak baik ini menghalangi si bapak untuk kembali menjadi penanda datang ramadhan.
Hal serupa juga terjadi bagi sesiapa saja yang sudah merencanakan dan menggantungkan harapan bahwa ramadhan akan membawa berkah, menangkap rezeki lebih, atau barangkali ramadhan adalah satu-satunya kesempatan untuknya merasakan nikmat untuk hidup lebih.
Mungkin saja jika ini tak terjadi, semua yang berharap tersebut akan pulang dengan senyum haru setiap pulang ke rumah atas lakunya dagangan hari ini. Mungkin saja jika ini tak terjadi, mereka yang menggantungkan mimpi pada ramadhan memiliki peluang besar untuk memperbarui sandang di hari raya. Mungkin saja jika ini tak terjadi.
Doa dan harapan terbaik bagi mereka.
Semoga berkah selalu melimpahi hidupnya.
Biasanya ramai, kali ini sepi.