Tulisan saya buat terkhusus untuk orang yang ada di foto.
Mungkin ini akan jadi tulisan yang sangat panjang, biarlah saya bercerita tentang bagaimana saya bisa bertemu dengannya, tentang bagaimana banyak sesuatu yang tidak terpikir sama sekali bersamanya, dan tentang dia yang sekarang saya sangat ingin sekali bertemu dengannya.
Setiap hari saya selalu memandangi foto dia dan setiap kali memandanginya saya selalu tersenyum, masih tidak percaya bisa terjadi seperti sekarang ini.
Setiap hari saya selalu memandangi foto dia dan setiap kali memandanginya saya selalu tersenyum, masih tidak percaya bisa terjadi seperti sekarang ini.
Sebenarnya saya lupa mengingat kapan secara pasti pertama bertemu dengannya, yang saya ingat adalah namanya terpampang jelas saat rapat pertama suatu kepanitiaan saat itu. Saya sedikit tersenyum ketika mendengar namanya disebut mungkin karena kesamaan nama dia orang yang itu dan tentunya ini hal unik bagi saya. Sayang, malam itu saya tak sempat mengenal rupa wajahnya.
Beberapa waktu berselang, kepanitiaan yang itu sudah memulai rangkaiannya. Saya, yang saat itu masih 'anak kuliah baru', masih bingung kejelasan kepanitiaan ini. Tapi, ketika ada tawaran untuk berangkat ke Banyuwangi jelas saya paling pertama ingin meski saya sengaja merendahkan hati untuk jadi pilhan terakhir mengingat saya masih 'anak baru'.
Momen menuju kesana inilah yang membuat saya pada akhirnya bertemu dengannya lalu dan menjadi 'ohh ini dia' rupa dari nama yang saya dengar beberapa waktu silam. Pertama berjumpa, dia sangat rendah hati dan hmm "lucu". Entahlah, impresi macam apa ini. Kemudian, sering diadakan rapat yang mana dia pun hadir hingga sesaat sebelum berangkat eksplorasi saya diberi tugas untuk menanyakan beberapa perlengkapan yang harus dibawa. Saya sempat kebingungan, toh panggilan dia saat itu membuat saya bingung saat mencari cari kontaknya.
Saya bertemu lagi dengannya di sebuah tempat percetakan, kala itu Ia memberikan kertas pesanan dan sebuah id card, id card ini hingga sekarang masih saya simpan karena dia entah karena dia lupa untuk menagihnya.
Diam-diam saya mulai sedikit mengagumi walau hanya sekelibat. Beberapa waktu lama berselang hingga kepanitiaan selesai, setiap bertemu dengannya hanya saling menyapa lalu tak acuh.
Ada hal unik di waktu kemudian saya ketika bercanda dengan teman saya mengenai siapa perempuan yang mungkin bisa saya dekati. Saya selalu menyebut nama dia secara tidak sengaja walau becanda sebagai orang yang menurut saya lucu. "Eh si ini lucu kayaknya", "Alah lu coba aja deketin" timpal teman saya. Sesaat saya termenung, bagaimana saya mau mencoba mendekati dia, kenal pun tidak.
Hingga satu momen yang menurut saya ini menjadi momen titik balik dari semua itu, beberapa anggapan saya mengenai dirinya berubah sejak saat itu. Hari itu, di hari saya mengulang tahun, tiba tiba mendapat notifikasi di instagram. Munculah nama dia, memberi selamat kepada saya namun dengan cara yang menurut saya ini beda. "Oke" pikir saya saat itu dan saya senang bukan main tentunya. Orang yang selama ini saya kagumi dan tidak terpikir untuk bisa berkontak dengannya tiba-tiba memberi selamat.
Akhirnya saya beranikan untuk mencoba berkontak kembali dengannya, yang saya ingat saya menanyakan hal yang bodoh dan sebenarnya tidak perlu ditanyakan. "Kuliner Bogor ada apa aja?". Tapi, respon dia yang mau saja membalas itu membikin saya grogi tidak karuan lalu menggebu-gebu. Satu momen lagi yakni saat dia mengulang tahun, ternyata kita tidak berbeda jauh cuman lebih berumur dia, atas dasar baik hati membalas ucapan dia. Maka saya balas ucap juga di hari ulang tahun dia. Sisanya ? saya menjadi lebih grogi dan senang tidak karuan lagi.
Waktu liburan tiba, saya kembali mencoba untuk bisa berkontak. Satu-satunya yang saya lakukan adalah membalas story dia, ya story lalu berlanjut dm. Tapi saat itu, saya belum memiliki pikiran untuk bisa sejauh ini. Bermulai dari direct message dan sisa liburan saya isi dengan perasaan seperti rollercoaster yang terkadang saya tersimpuh dan tersenyum sendiri di depan gawai kotak tipis-tipis itu
Tibalah semester baru. Sehari sebelum hari pertama kuliah, bersama teman saya menghadiri acara pre-event suatu konser yang akan digelar 2 pekan lagi. Sebelum berangkat, saya sibuk berkontak dengan Dia mengenai kepastian Dia jadi membeli tiket atau tidak. Bukan itu yang jadi masalah, yang jadi masalah adalah apabila Dia jadi membeli tiket, berarti dia akan hadir juga di pre-event yang mana saya dipastikan berjumpa dengan dirinya. Di satu sisi saya senang bukan main, di satu sisi saya akan mampus grogi di hadapannya.
Hari pertama kuliah, saya memiliki catatan tersendiri untuk kejadian hari ini.
Ya, saya akhirnya bertemu dengannya. Siang itu sedang jam makan siang, saya sedang turun tangga menuju suatu kantin. Pandangan saya terpana melihat dirinya sedang duduk manis menyantap makanan sambil bersenda gurau dengan kawannya. Persis dia berada di arah jam 2 siang. Saya ? tentunya dengan kegrogian dan perasaan tak menentu saya mencoba dan memang sengaja berjalan melewatinya. Harapan saya adalah menyapanya. Tapi, tidak ada sapaan di siang itu. Kemudian saya membeli segelas jus lalu duduk di seberang (agak jauh) dari dia. Sayang, dia tidak melirik dan melihatnya. Kemudian dia pergi dan saya merasa menyesal melewatkan momen itu. Saya pun mengutuk diri sendiri betapa bodohnya menyia-nyiakan kesempatan. Oh ya tak lupa ia hari itu mengenakan kemeja bergaris yang membuat dia sangat elok siang itu.
Dua hari berselang, saya akhirnya bertemu dan berbicara dengan dirinya. Untuk bisa kesana, saya harus menggunakan alasan meminjam buku sebuah mata kuliah. Malam itu, di sebuah kedai kopi di dalam kampus saya menemui dirinya. Perasaan saya ? sudah pasti tidak menentu dan penuh kegrogian.
Jumat malam, dia mengajak saya ke sebuah tempat. Namun, esok paginya dia memberi kabar kalau ia terjatuh dari motor yang ia kendarai dan jatuhnya dua kali. Saya sempat bingung, antara saya telepon kemudian menjumpai dirinya di tempat ia jatuh atau tetap di kamar terus menanyakan kabar dirinya. Akhirnya dia sampai di rumah dan sepekan ke depan Ia tidak membawa motor untuk pergi kuliah. Hal ini juga menjadi momen saya pertama kali mengajak dirinya pergi mengerjakan tugas ke sebuah tempat makan terkenal itu. Seminggu ini saya sering habiskan untuk memberi ia tumpangan. Tak ada yang lebih menyenangkan ketika mengajak dirinya makan, menemaninya mengerjakan tugas, dan sekali mengantarnya pulang.
Memasuki Februari, banyak momen-momen indah yang saya habiskan bersama dirinya. Satu malam, selepas pembukaan acara yang ia pegang, ia mengajak saya pergi untuk makan. Mungkin saya tahu kalau acara itu sangat mengecewakan dirinya, terlihat jelas dari raut wajah yang ia pancarkan. Tapi tetap saja, ia mendadak mengajak saya pergi ini yang menjadi hati saya grogi dan tak karuan. Kemudian saya bingung memilih apa yang harus saya kenakan hari itu. Saya takut memberi impresi buruk di malam itu.
Kemudian, kita juga sempat menghabiskan malam dengan makan di tempat yang selalu kau inginkan, angkringan. Aslinya saya sengaja mencatat tanggal-tanggal selama februari atas apa saja yang sudah saya lewatkan bersama dirinya. Mendadak mengajaknya nonton konser. Makan malam yang tidak disengaja. Tiba-tiba dia mengajak saya pergi ke puncak, lalu menggigil kedinginan disana. Mengajak taruhan dalam pertandingan futsal tentang siapa yang mencetak gol maka diberi hadiah. Menghabiskan malam dengan berkeliling kota. Menonton film yang sangat ia sukai, film horor.
Maret tiba. Dia memberi saya surprise sarapan, ya sarapan pun bagi saya itu sebuah kejutan. Satu momen, saya memberi dirinya bunga. Saya bermaksud untuk menghibur dirinya yang tengah sedih. Namun saya tidak memberi ucapan yang pas karena sekali lagi saya grogi saat itu. Tapi lucunya adalah wajah dia yang menggemaskan itu kebingungan kemudian tersenyum berterima kasih. Memang random sekali malam itu.
Dan uts tiba, saya memutuskan untuk pulang barang sebentar karena kosongnya jadwal ujian saya. Tapi, sialnya saya hanya bilang pulang 3 hari bukan bermaksud untuk 5 bulan seperti keadaan sekarang. Saya lewati saja, hingga pada suatu malam. Selepas kita ngide seharian melakukan percakapan dengan bahasa inggris yang mana kita semua menguasainya dengan sangat baik. (anggap saja toefl kita 700)
Saya sama sekali tidak menyangka untuk bisa mengungkapkan itu. Saya panik karena sama sekali tidak menyangka ini terjadi. Bermula dari becandaan tentang siapa yang menjadi fans, akhirnya saya memilih untuk berada di posisi sebagai fans dia.
Saya berjanji padanya, jika nanti saat bertemu, saya akan ucapkan lagi kata-kata itu supaya menggenapi apa yang terjadi malam itu. Ya, saya menyatakan perasaan saya terhadap dirinya. Memang rencana saya adalah mengucapkannya saat berhadapan langsung. Namun kondisi seperti ini, saya tidak mau terlau lama lagi.
Hal itu terjadi tanggal 22, dan sekarang sudah menginjaki tanggal 22 lagi.
Saya berjanji padanya, jika nanti saat bertemu, saya akan ucapkan lagi kata-kata itu supaya menggenapi apa yang terjadi malam itu. Ya, saya menyatakan perasaan saya terhadap dirinya. Memang rencana saya adalah mengucapkannya saat berhadapan langsung. Namun kondisi seperti ini, saya tidak mau terlau lama lagi.
Hal itu terjadi tanggal 22, dan sekarang sudah menginjaki tanggal 22 lagi.
Maka dari itu Selamat 22 yang Pertama.
Setelah situasi normal, yuk gila-gilaan lagi, yuk nonton konser, yuk makan martabak, yuk ke puncak lagi, yuk habisin waktu sehari semalaman, yuk kemanapun. Pokoknya yuk.
love,
Dimas the last warrior